Mengenai Saya

Welcome

Di blog Wisnu Adityawarman,, blog simple yang berisi kumpulan data perkuliahan yang saya pelajari di bidang Administrasi Negara..

Untuk Teman2 yang ingin berbagi data atau yang ingin meng-copast artikel yang ada dalam blog ini, diharapkan mencantumkan alamat permalink yang saya miliki.. Dengan format.. adityawarman, wisnu, tahun, judul artikel, permalink.

Contoh : Adityawarman, Wisnu, 2010, Privatisasi BUMN, diunduh dari http://wisnuadityawarman.blogspot.com/2010/09/04/privatisasi-bumn/

thank u

Cari Blog Ini

Kamis, 30 September 2010

Kemiskinan



Kemiskinan Di Kabupaten Serang
Oleh : R. Pandji Wisnu. A
BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin" (wikipedia.org).
Kemiskinan berasal dari kata dasar "miskin" yang berarti "tidak berharta-benda". Secara luas, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidak-mampuan baik secara individu, keluarga maupun kelompok, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Jika diidentifikasi, kemiskinan dapat digolongkan antara lain; kemiskinan struktural, kemiskinan absolut dan relatif. Dari sisi kuantitatif, kemiskinan biasanya menggunakan ukuran kemiskinan relatif, artinya dengan batas-batas tertentu, misalnya berpenghasilan $2 per hari menurut World Bank. Dengan demikian, individu atau keluarga yang memiliki penghasilan lebih kecil dari atau sama dengan $2 per hari dikategorikan sebagai orang atau keluarga miskin.
Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap.

 
BAB II
Potret Kemiskinan dan Pekerja Anak di Kabupaten Serang
Pekerja anak yang menjadi pembantu rumah tangga dan pemuluing merupakan pemandangan yang jamak ditemui di sejumlah wilayah kecamatan di Kab Serang. Mereka masing-masing mulai melakukan aktivitas sebagai pembantu rumah tangga dan memungut barang-barang rongsokan dan limbah dari tong-tong sampah di kawasan perumahan Sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Usia sekolah terpaksa harus dijalani dengan bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.. Karena ketidakberdayaan ekonomi keluarga, mereka harus meninggalkan bangku pendidikan dasar dan terpaksa harus bekerja keras mulai pagi hingga mnalam hari. Di samping itu, Juga dapat dijumpai kelompok pekerja wanita usia paruh baya (40 ~ 50 Tahunan) yang bekerja menurunkan batu-bata, pasir atau material bangunan milik para majikan di toko-toko material atau panglong di wilayah yang sama.
Sebagian dari pekerja anak tsb, adalah putra-putri dari komunitas buruh dengan status harian lepas, dan kontrak yang baru saja mengalami pemutusan hubungan kerja karena kontrak kerjanya antara 3 ~ 6 bulan sudah berakhir. Gambaran tsb di atas merupakan bagian dari potret kemiskinan sosial dan bukti adanya pekerja anak di bawah umur di wilayah Serang. Dan kondisi ini meerupakan suatu yang tidak perlu dibantah oleh pemerintah setempat. Pemandangan yang serupa, bahkan mungkin lebih menyedihkan juga mungkin terjadi di wilayah-wilayah lain di negeri ibu pertiwi Indonesia ini.
Kasus busung lapar, lumpuh layu, kekurangan pangan dan gizi yang belakangan ini ramai diberitakan melalui media-media masa lokal merupakan bukti dari kemiskinan yang masih mendera Indonesia hingga saat ini.Gambaran tsb di atas juga sangat relevan dengan apa yang disampaikan oleh Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah Kementerian PPN/Bappenas Bambang Widianto yang menyebutkan bahwa total anak usia sekolah dasar (7 ~ 12 Tahun) diperkirakan mencapai 27.26 Juta anak. Dari jumlah tsb, hanya sekitar 26.38 juta anak yang sedang mengikuti pendidikan dasar di sekolah. Selebihnya sebanyak 881.200 anak atau sekitar 3.34% tidak menikmati pendidikan dasar yang terdiri dari 520.508 anak tidak pernah mengecap pendidikan dasar di sekolah dan 360.692 anak merupakan anak putus sekolah. Secara lebih spesifik Bambang Widiato mengungkapkan bahwa sebagian besar atau sekitar 347.482 anak berasal dari keluarga sangat miskin (penghasilan keluarga rata-rata kurang dari R. 150.000 per bulan). Sedangkan anak yang tidak sekolah berasal dari keluarga miskin (penghasilan rata² Rp. 200.000/bulan) mecapai 406.862 anak.
Sementara itu, gambaran serupa juga ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Serang yang dalam data tabulasinya menyebutkan bahwa: terdapat sejumlah besar angka Angkatan KERJA Usia 10 TAHUN KE atas yang bekerja atau mencari pekerjaan. Kemiskinan, Pengangguran & Penanggulangan
Pemerintah menetapkan sembilan sektor prioritas kegiatan pembangunan pada 2007, yaitu:
 Penanggulangan Kemiskinan,
 Peningkatan Kesempatan Kerja Investasi dan Eksport
 Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan
 Peningkatan aksebelitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan
 Penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi
 Pemantapan keamanan, ketertiban dan penyelesaian konfli
 Mitigasi dan penanganan bencan
 Pembangunan infrastruktur
 Pembangunan wilayah perbatasan dan wilayah terisolir
Salah satu implementasinya, 60% APBN akan dialokasikan bagi pencapaian target sembilan sektor tersebut, dengan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas pertama dari 9 sektor prioritas pembangunan tahun 2007. Selain diprioritaskan dari besarnya alokasi pendanaan, pemerintah akan mengutamakan mencapai target-target di sembilan bidang tersebut pada 2007.
Data dari Bappenas menyebutkan target penanggulangan kemiskinan (prioritas pertama) pada 2007 adalah menurunkan jumlah masyarakat miskin menjadi 14,4%. Langkah ini diharapkan akan tercapai dengan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi.
Target peningkatan kesempatan kerja (prioritas kedua) adalah menurunkan angka pengangguran terbuka menjadi 10,4% dari angkatan kerja, meningkatkan investasi berupa pembentukan modal tetap bruto 11,5% dan pertumbuhan industri nonmigas sebesar 8,1%. Selain itu, meningkatkan penerimaan devisa negara dari pariwisata sebesar 15%, serta jumlah wisatawan asing mencapai 212 juta orang.
Target kegiatan revitalisasi pertanian adalah pertumbuhan subsektor tanaman pangan sebesar 1,5%, perkebunan 3,9%, peternakan 3,3% dan perikanan 4,5%. Dengan begitu pertumbuhan sektor perikanan, pertanian dan peternakan pada 2007 ditargetkan 2,7%.
Peningkatan aksesbilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan ditargetkan mampu menurunkan angka buta aksara di usia 15 tahun ke atas menjadi hanya 6,7% dan meningkatkan presentasi masyarakat yang mudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Perbandingan P0,P1 Dan P2 Banten dengan Nasional
Banten
Nasional
P0
0,1166587
0,2194155
P1
0,190555
0,0408474
P2
0,051961
0,0116656
Berdasarkan Tabel di atas, tingkat kemiskinan (P0) di Banten sebesar 11,6% lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional yang mencapai angka 21,9%. Hal ini, menjelaskan bahwa pasca pemisahan Banten dari Jawa Barat, tingkat kemiskinan di Banten sedikit demi sedikit tereduksir. Hal ini juga dapat diamati melalui data tingkat kemiskinan sewaktu Banten masih bergabung dengan Jawa Barat. Jurang Kemiskinan (P1), di Banten menunjukkan angka 19,05% lebih besar dibandingkan dengan tingkat nasional 4,08%. Artinya jarak kemiskinan antara penduduk miskin dengan tidak miskin di Banten relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional. Hal ini dengan mudah dapat kita identifikasi, dengan kasat mata bagaimana tingkat kemakmuran warga kaya yang tinggal dibanyak perumahan mewah di Tangerang dibandingkan dengan tingkat kemakmuran masyarakat miskin di banyak pelosok desa di Pantura, Lebak dan Padeglang.
Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2), di Banten lebih besar dibanding secara nasional. Banten memiliki keparahan kemiskinan mencapai angka 0,51% sedangkan secara nasional hanya 0,11%. Artinya di Banten perbandingan antara yang miskin dengan yang kurang miskin lebih besar di banding secara nasional.
Lebih lanjut Dahnil (2007) mengemukakan bahwa kemiskinan di Banten yang tersebar di daerah-daerah selatan Banten seperti Lebak dan Padeglang, maupun Pantura Tangerang, mendeskripsikan bahwa minimnya peran pemerintah di daerah bersangkutan dalam usaha reduksir kemiskinan, sebaliknya terjadi pemiskinan secara struktural disebabkan kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan harga BBM pada 2005 yang lalu, harga beras yang tak terjangkau dan gagalnya program BOS (bantuan operasional sekolah), ditambah lagi rendahnya komitmen dan kemampuan pemerintah daerah merancang kebijakan pro-poor, yang didasari oleh pemahaman akan kemiskinan yang multidimensional tersebut.
Menujuk pada fakta di atas, diperlukan upaya keras dan serius untuk secara sistematis menuntaskannya. Langkah-langkah pemberdayaan ekonomi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu langkah yang diharapkan akan menggugah pola pikir dan prilaku masyarakat untuk keluar dari jerat kemiskinan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.


  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

 

REFERENSI
  • Frances Fox Piven, Richard A. Cloward, Regulating the Poor: The Functions of Public Welfare, Vintage Books 1993
  • Jean Swanson, Poor-Bashing: The Politics of Exclusion, 2001
  • Menurut Poerwadarminta, Definisi Kemiskinan, 1976
  • The World Bank, 2007, Understanding Poverty
  • Menurut Nasikun, 1995, Hidup dalam kemiskinan
  • Serang. Pelita, Kemiskinan Menurun tapi PMS Meningkat Tajam
  • Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Serang
  • Bappenas

  • Imal Istimal*, Kemiskinan Harus Segera Di Akhiri
  • Radar Banten, 10 Maret 2008

  • http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1418&catid=1&
  • www.wikipedia.com
  • www.google.com
  • www.scribd.com
  • www.bantenprov.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar