Mengenai Saya

Welcome

Di blog Wisnu Adityawarman,, blog simple yang berisi kumpulan data perkuliahan yang saya pelajari di bidang Administrasi Negara..

Untuk Teman2 yang ingin berbagi data atau yang ingin meng-copast artikel yang ada dalam blog ini, diharapkan mencantumkan alamat permalink yang saya miliki.. Dengan format.. adityawarman, wisnu, tahun, judul artikel, permalink.

Contoh : Adityawarman, Wisnu, 2010, Privatisasi BUMN, diunduh dari http://wisnuadityawarman.blogspot.com/2010/09/04/privatisasi-bumn/

thank u

Cari Blog Ini

Jumat, 01 Oktober 2010

Birokrasi

Oleh : R. Pandji Wisnu. A


 

Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintah pusat (centraal bestuur), masa binnenlands bestuur dan ambtskostuum binnenlands bestuur, masa pendudukan bala tentara Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September
1945 mengumumkan bahwa presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-pegawai pemerintahan terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi pegawai pemerintahan Indonesia
[1]

1. Birokrasi dalam budaya barat

Birokrasi (bahasa Inggris:bureaucracy ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrɒkrəs) (bahasa Perancis: bureaucratie) mempunyai arti bureau + cratie atau sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap

1.1Teori-teori dalam birokrasi

Max Weber, seorang sosiolog Jerman menulis sebuah alasan yang menggambarkan bentuk birokrasi [2] sebagai cara ideal mengatur organisasi pemerintahan melalui prinsip-prinsip bentuk birokrasi antara lain harus terdapat adanya struktur hirarkis formal pada setiap tingkat dan di bawah kontrol dan dikendalikan dalam sebuah hirarki formal atas dasar dari perencanaan pusat dan pengambilan keputusan, manajemen dengan aturan yang jelas adanya pengendalian melalui aturan yang memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya, organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh mereka yang benar merupakan ahli kemudian disusun dalam unit-unit berdasarkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan berdasarkan keahlian, mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedangkan dilaksanakan dalam upaya agar tujuan agar organisasi ini dapat melayani kepentingan yang akan diberdayakan termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri harus melalui perhitungan pencapaian pada tujuan, perlakuan secara impersonal idenya agar memperlakukan semua pelaksana dan kepentingan diperlakukan secara sama sama dan tidak boleh dipengaruhi oleh perbedaan individu, bekerja berdasarkan kualifikasi teknis merupakan perlindungan bagi pelaksana agar dapat terhindar dari pemecatan sewenang-wenang dalam saat menjalankan tugasnya. Akan tetapi, menurut Cyril Northcote Parkinson seorang sejarawan angkatan laut Inggris yang menulis bahwaWeber kurang menyadari bahwa manajemen dan staf profesional akan cenderung tumbuh mengikuti pada tingkat yang tidak diprediksi oleh garis organisasi [3] sedangkan David Osborne dan Ted Gaebler menyarankan bahwa birokrasi harus berubah menjadi birokrasi yang lebih memperhatikan partisipasi masyarakat, adanya kerja tim serta kontrol rekan sekerja (peer group) dan atasan bukan lagi merupakan dominasi atau kontrol [4]. Berikut rangkuman dari teori-teori birokrasi.


 

Sistem Birokrasi I

Rowing (Mendayung/bekerja sendiri)
Service (Melayani)
Monopoly (Menguasai sendirian)
Rule-driven (Digerakan oleh aturan)
Budgeting inputs (Menunggu anggaran)
Bureaucracy-driven (Dikendalikan birokrat)
Spending (Pengeluaran)
Curing (Penyembuhkan)
Hierarchy (Berjenjang)
Organization (Organisasi, lembaga)

Sistem Birokrasi II

Steering (Menyetir/mengarahkan)
Empowering (Memberdayakan)
Competition (Ada persaingan)
Mission-driven (Digerakkan oleh misi)
Funding outcomes (Menghasilkan dana)
Customer-driven (Dikendalikan pelanggan/pembayar pajak)
Earning (Penghasilan/tabungan)
Preventing (Pencegahan)
Teamwork /participation (Pelibatan/kerja kelompok)
Market (Pasar, keseimbangan orang banyak)

2. Sejarah

2.1 Peran birokrasi pada masa kolonial

Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak boleh mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.

Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan sendiri seperti raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun 1829 bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan cultuurstelsel berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan, perdagangan komersial dan industri bersamaan dengan itu budaya politik saat itu mulai ikut menumbuhkan gerakan nasionalisme di Indonesia.

Pada tahun 1905 mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun 1916 terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada 1918 mulai terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun 1925 wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.

2.2Awal kemerdekaan

Pada tanggal 30 Mei
1948 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948 pemerintah RI yang berkedudukan di Jogjakarta baru mendirikan Kantor Urusan Pegawai (KUP) sedangkan pemerintahan RIS yang berkedudukan di Jakarta untuk masalah kepegawaian dibentuk melalui Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 10 tanggal 20 Februari
1946 dengan nama Kantor Urusan Umum Pegawai (KUUP) yang berada di bawah departemen urusan sosial namun dengan Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948 membatalkan keputusan terdahulu dan membentuk Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) yang langsung dibawah Gubernur Jenderal, antara Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-masing melaksanakan kegiatannya sendiri-sendiri hingga terdapat dualisme dalam birokrasi di Indonesia, kemudian karena adanya pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor Urusan Pegawai (KUP) guna menyatukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan berada di bawah dan bertanggugjawab kepada perdana menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus
1950, terjadi pergantian konstitusi
RIS berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat terjadinya perubahan bentuk negara kembali ke negara kesatuan. Tahun 1953
T.R. Smith membantu menyusun laporan untuk Biro Perancang Negara berjudul Public Administration Training, setahun kemudian dua orang profesor dari Cornell University, School of Business and Public Administration
Amerika yang diundang ke Indonesia yaitu Edward H. Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang berhasil menyusun laporan rekomendasi yang berjudul Training for Administration in Indonesia[5][6]. Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret
1956 - 9 April
1957) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 dibentuk Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian atau Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sebagai pengganti Kantor Urusan Pegawai (KUP) serta ikut dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang bertugas menyempurnakan administratur negara atau birokrasi keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada perdana menteri.

Pada tanggal 5 Juli
1959, dikeluarkan dekrit presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi anggota dari partai politik selanjutnya pada tahun 1961 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kepegawaian dan dibentuk Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) diikuti dengan lembaga baru bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi aparatur pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan Keppres Nomor 98 Tahun 1964 dibentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KONTRAR) merupakan kelanjutan dari Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN), retooling atau "pembersihan" dalam dua kepanitian terakhir ini lebih bernuansa politis dengan penyingkiran birokrat yang tak sehaluan dengan partai yang sedang memerintah (the ruling party) atau yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan republik.

3. Organisasi

Sejak kemerdekaan 63 tahun yang lalu dan setelah melalui proses yang panjang akhirnya Indonesia baru mempunyai pengaturan organisasi kementerian sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan kementerian negara berjumlah 46 fungsi kementerian.

4. Korupsi

Usaha rasionalisasi organisasi pemerintah pusat sebenarnya sudah dimulai sejak masa Kabinet
Wilopo (3 April
1952 -1 Agustus
1953) yang berusia hanya sekitar limabelas bulan kemudian diteruskan oleh kabinet
Ali Sastroamidjojo I (1 Agustus
1953 - 12 Agustus
1955) bernasib sama berusia dua tahun yang mempunyai program antara lain menyusun aparatur pemerintah yang efisien serta pembagian tenaga yang rasional dengan mengusahakan perbaikan taraf kehidupan pegawai serta memberantas korupsi dalam birokrasi dengan pembentukan Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian (PANOK) yang bekerja antara tahun 1952 sampai dengan 1954.

Pada 2009, bila merujuk pada laporan dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong, Indonesia masih menunjukan angka yang buruk terutama dalam hal hambatan birokrasi atau red tape barriers
[7]


 


 

REFERENSI

  1. ^
    Noer, Deliar; Akbarsyah (2005). KNIP: Komite Nasional Indonesia Pusat : parlemen Indonesia, 1945-1950. Yayasan Risalah.
  2. ^
    Weber, Max; A.M. Henderson and Talcott Parsons (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Collier Macmillan Publishers, London, 102.
  3. ^
    Parkinson, Cyril Northcote (1962). Parkinson's law: and other studies in administration. University of Michigan.
  4. ^
    (en)
    Osborne, David; Ted Gaebler (1993). Reinventing government: how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Plume.
  5. ^ Litchfield, Edward H.; Alan C. Rankin (1954). Bureaucracy: Training for Administration in Indonesia. Ithaca, New York : Cornell University School of Business and Public Administration.
  6. ^(ja) HYPERLINK "http://www.cseas.kyoto-u.ac.jp/seas/1/1/010103.pdf" [PDF] HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Center_for_Southeast_Asian_Studies&action=edit&redlink=1" Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kyoto_University&action=edit&redlink=1" Kyoto University

  7. ^HYPERLINK"http://www.asiaone.com/News/AsiaOne%2BNews/Singapore/Story/A1Story20090408-134144.html" Table of Asian corruption scores in PERC survey
  8. ^HYPERLINK"http://ircpl.org/2009/event/democracy-without-accountability-indonesias-party-cartel-in-the-2009-elections/" Democracy without Accountability? Indonesia's Party Cartel in the 2009 Elections

  9. ^HYPERLINK "http://insideindonesia.org/content/view/1198/47/" Democracy yes, accountability no ?
  10. Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan HYPERLINK "http://id.wikisource.org/wiki/Peraturan_Pemerintah_Republik_Indonesia_Nomor_32_Tahun_1950/KUP" Kantor Urusan Pegawai (KUP)
  11. Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan HYPERLINK "http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_25_Tahun_2009" Pelayanan Publik
  12. (nl)
    van den Doel, H. W.. De stille macht: het Europese binnenlands bestuur op Java en Madoera, 1808-1942. University of Michigan. ISBN 9035114051.
  13. (nl)
    Dutch East Indies; G. A. N. Scheltema de Heere (1896). Staatsblad van Nederlandsch-Indië. A.D. Schinkel.
  14. (en)
    Weber, Max; A.M. Henderson and Talcott Parsons (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Collier Macmillan Publishers, London.
  15. (en)
    Marshall, Gordon; Diane L. Barthel (1994). The Concise Oxford dictionary of sociology. Oxford University Press. ISBN 019285237X.
  16. (en)
    Wilson, James Q. (1989). Bureaucracy: what government agencies do and why they do it. Basic Books. ISBN 0465007848.


 


 


 

PUSTAKA


 

  • (en) Yannis Papadopoulos, Governance And Democracy : Comparing National European And International Experiences, Routledge (2006) ISBN 9780415362917

  • (en) Vivien A Schmidt, Democracy in Europe: The Eu and National Polities, Oxford University Press (2006), ISBN 0199266980


 


 


 

 

SUMBER

  1. ^
    a
    b
    c
    d
    Sejarah DPR RI. www.dpr.go.id, diakses pada 1 Juni 2008
  2. 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244.
  3. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar